KOMPAS.com/IRFAN MAULLANA
Superman
Is Dead--JRX dan Bobby (duduk, kiri dan kanan) serta Eka (berdiri)--
dalam jumpa pers peluncuran album 1997-2009, yang dikemas dalam piringan
hitam, di kantor Sony Music Entertainment Indonesia, di kawasan
Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/2/2012).
"Obsesi kami merilis ini adalah untuk mendokumentasikan karya kami dari tahun 1995 (sebelum menjadi album). Jadi, pendokumentasian karya kami lewat album ini," jelas JRX dalam jumpa pers di kantor label rekaman Sony Music Entertainment Indonesia, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/2/2012).
Album 1997-2009 SID tersebut diklaim oleh JRX sebagai proyek idealis yang pantas dikoleksi. "Sekarang vinyl itu jarang banget dan susah didapat di toko. Ini buat koleksi saja, soalnya belum tentu pada punya player-nya. Jadi, ini buat koleksi Outsiders (para penyuka musik SID)," kata Bobby.
Kesan klasik dan elegan begitu terasa pada kemasan itu. SID sengaja memajang foto Jalan Poppies, Kuta Bali, pada 1977 sebagai sampul depannya, sementara sampul belakangnya menampilkan foto Jalan Poppies masa kini, tempat SID bermarkas. Ketika sampul album dibuka, foto Bobby, Eka, dan JRX akan muncul dalam bentuk kreasi foto pop up. "Karena kami sadar proyek seperti ini sangat idealis dan chance-nya sangat kecil, jadi kami benar-benar mengonsepnya. Untuk pop up ini, ide sebenarnya buat nakutin anak kecil," jelas JRX dengan canda. "Kalau enggak punya player-nya, ya ini (pop up) bisa jadi hiburan," timpal Bobby, juga dengan canda. "Kami sengaja searching di Google dan ternyata belum ada yang seperti ini (album dengan kreasi foto pop up)," sambung JRX.
Bukan kreasi foto pop up saja yang memberi kesan klasik dan elegan. SID juga kemasan tersebut dengan foto-foto yang merekam jejak perjalanan karier bermusik mereka sejak 1997. "Ini ada foto dari zaman kami main di bale banjar. Ini semacam acara tahun baruan di kampung, terus ada back ground kain-kain Bali. Ada juga foto Bobby lagi main bulu tangkis, ada foto teman-teman yang memandu SID dari awal," papar JRX.
Membedah materi album vinyl 1997-2009, yang diproduksi di Belanda, juga tak kalah serunya. Delapan lagu terbaik SID menjadi penghuni album tersebut. "Karena keterbatasan durasi, kami hanya bisa memasukkan delapan lagu. Ini lebih stres daripada memilih baju, karena kami punya banyak lagu. Tapi, delapan lagu ini mewakili SID secara keseluruhan," jelas JRX lagi.
Menariknya, "Old World" dan "Get In Touch", dua lagu lama SID dari era 1997, yang nyaris belum pernah didengar, sengaja mereka sertakan. "Di sini, ada dari lagu pertama sampai akhir, bisa didengar bagaimana kami dulu enggak mengerti rekaman dan benar-benar berantakan. Bahkan, master-nya pun sudah hilang, albumnya saya sendiri enggak punya lagi, karena dulu filing kurang rapi. Akhirnya, kami rekaman mastering lagu-lagu itu lagi dengan cara yang sama seperti kami lakukan dulu, tapi kami garap serius sampai seperti hasil yang sekarang," terang Bobby.
Sebuah lagu masterpiece SID tetap menjadi kuncian album 1997-2009. "Kalau dari saya, sebenarnya SID lebih ke 'Kuta Rock City' sebagai masterpiece, walaupun banyak lagu lainnya," ujar Eka. "Ya, setuju," timpal Bobby dan JRX bersamaan.
Diberi harga Rp 350.000 per album, SID membidik dua pasar potensial. "Segmennya akan kebagi dua. Yang pertama, di Indonesia, walaupun kecil, komunitas kolektor vinyl sudah ada. Di Yogya memang sudah banyak pesanan. Yang kedua, penggemar yang loyal. Kebanyakan fans kami remaja, kebanyakan dari mereka belum mengerti vinyl, tapi pengin mengoleksi," kata JRX. "Harganya Rp 350.000. Orang bisa pesan dulu sebelum rilis di pasaran, mail order awal Maret 2012. Ini bisa jadi proyek percontohan. Kalau feedback-nya bagus, mungkin bisa jadi tren," lanjutnya.
Bagaimana pun, album piringan hitam ini diterjemahkan oleh SID sebagai pencapaian spiritual. "Memang kami suka hal-hal vintage. Ada nilai personalnya, seperti yang sudah kami jelsakan tadi. Yang ingin kami capai sekarang adalah pencapaian spiritual. Sekarang sudah jadi band, kemarin masih mikir boyband atau band," pungkas JRX.
0 komentar:
Posting Komentar